Nafas Shiro memburu, badannya bergetar. Dia terlalu banyak menggunakan ilmu pertapa untuk menghadapi Dewa Perang Kua Kong. Di depan sana berjarak 10 depa, Kua Kong masih berdiri tegar tak bergeming. Hati Shiro pun mulai ragu, akankah dia bisa mengalahkannya?

Tiba-tiba matanya gelap, ternyata efek ilmu pertapa lebih parah dari dugaannya. Pembuluh darahnya mulai pecah dan separuh tangannya lumpuh. Shiro terjatuh berlutut… matanya memerah karena darah yang mengucur dari pelipisnya yang robek.

Tinggal menunggu sebuah serangan tombak Kua Kong, maka selesailah sudah…

“Aku… tidak berdaya… Aku lemah… Aku yang bodoh berani berperang menantang Kua Kong…”

Bayangan Dewi Naga kembali muncul, hatinya sakit karena dia tidak akan bisa lagi melihat cantik wajahnya.

Pelan-pelan aroma kematian meruap saat Kua Kong mulai melepaskan jurusnya…

Lalu dikepala Shiro muncul suara:

“Kalau nantinya juga lapar, kenapa sekarang harus makan ?”
“Kalau nantinya bakal kotor lagi, kenapa sekarang harus mandi?”
“Kalau akhirnya juga akan mati, kenapa harus bersusah payah berjuang untuk tetap hidup?”
“Shiro, jika kau bisa menjawabnya maka kau akan bisa mengalahkan lawan sehebat apapun…”